BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Para ulama tidak selalu sepakat
dalam menetapkan istilah-istilah untuk suatu pengertian dan dalam menetapkan
jalan-jalan yang ditempuh dalam pembahasannya. Perbedaan-perbedaan dalam hal
penetapan istilah-istilah itu menimbulkan beberapa aliran dalam ushul fiqih.
Dalam modern ini kita harus lebih
bijak dalam menyikapi sebuah perbedaan agar kita bisa arif untuk dapat ataupun
bebas memilih kemana kita akan melangkah, dan tidak untuk menjadi pertentengan
meliankan menjadikan sebuah alat untuk pemersatu serta untuk bertukar pikiran.
Perbedaan-perbedaan
yang terjadi tersebut diakibatkan oleh berbedanya pendapat dalam membangun
ushul fiqih. Ada aliran yang mengkaji ushul fiqih secara teoritis tanpa
terpengaruh dengan masalah-masalah furu’. Banyak imam-imam yang tidak
sependapat dengan hal ini sehingga terjadilah penafsiran yang berbeda dengan
kajian teoritis tersebut. Demikian juga selanjutnya, banyak pula terjadi
pertentangan-pertentangan akibat ketidaksependapatan dari masing-masing imam
yang akhirnya muncullah aliran-aliran dalam ushul fiqih.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dari makalah ini adalah :
1.
Bagaiman penjelasan
mengenai Aliran Syafi’iyyah, aliran Fuqaha’,
dan aliran Gabungan?
2.
Apa saja karya-karya
dan ciri-cirinya dari ketiga aliran tersebut?
3.
Apa
saja perbedaan aliran Muatkallimin dengan aliran Fuqaha’?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan diambil dari
pembuatan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui
penjelasan lebih lanjut mengenai Aliran Syafi’iyyah, aliran Fuqaha, dan aliran Gabungan.
2.
Mengetahui
karya-karya dan ciri-ciri ketiga aliran tersebut.
3.
Mengetahui
perbedaan aliran muatkallimin dengan aliran fuqaha.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah studi
pustaka dan browsing lewat internet yang menyajikan berbagai bahan sumber
tentang makalah ini.
1.5
Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal,
bagian utama, dan bagian akhir. Pada bagian awal yaitu bagian kulit muka,
halaman judul, lembar pengesahan, kata pengantar dan daftar isi.
Kemudian pada bagian utama penulis membagi menjadi tiga bab yaitu :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari : Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
Bab kedua berisi uraian, yang terdiri dari : Aliran Syafi’iyyah dan Mutakallimin, Aliran Fuqaha’, Aliran Gabungan, Perbedaan
Aliran Muatkallimin dengan Aliran Fuqaha’
Bab ketiga merupakan penutup, yang berisi kesimpulan dari seluruh
bahan karya tulis ini dan penutup dari penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aliran Syafi’iyyah dan Mutakallimin
Aliran ini
membangun ushul fiqih mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh
masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Dalam membangun
teori, aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, baik dari
naqli (al-Qur’an dan atau Sunnah) maupun dari ‘aqli (akal pikiran), tanpa
dipengaruhi oleh masalah-masalah furu’ dari berbagai mazhab, sehingga teori
tersebut adakalanya sesuai dengan furu’ dan ada kalanya tidak. Setiap
permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli, dapat dijadikan
kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan dengan kaidah yang telah ditetapkan imam
mazhab atau tidak.
Dalam kenyataannya,
ada ulama mazhab Syafi’iyyah yang berupaya menyusun teori tersendiri, sehingga
terdapat pertentangan dengan teori yang telah dibangun. Misalnya, Imam al-Amidi
(ahli ushul fiqh Syafi’i), menyatakan bahwa ijma’ al-Sukuti dapat dijadikan
hujjah dalam menetapkan hukum Islam. Imam al-Syafi’i sendiri tidak mengakui
keabsahan ijma’ sukuti sebagai hujjah, karena ijma’ yang dia terima hanyalah
ijma’ para sahabat secara jelas. Imam al-Amidi dan Imam al-Qarafi (ahli ushul
fiqh Maliki), berupaya menggabungkan teori aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin
dengan aliran yang lain. Hal ini mereka lakukan untuk mencari jalan terbaik
dalam masalah ushul fiqh. Oleh sebab itu, ada beberapa teori ushul fiqh mereka
yang bertentangan dengan pendapat mazhab mereka sendiri, seperti yang
dikemukakan al-Amidi di atas.
Akibat dari perhatian yang hanya tertuju kepada masalah-masalah teoritis,
teori yang dibangun aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin sering tidak membawa
pengaruh pada keperluan praktis. Sesuai dengan namanya, aliran mutakallimin
(ahli kalam), maka aspek-aspek bahasa sangat dominan dalam pembahasan ushul
fiqh mereka. Misalnya, masalah tahsm (menganggap sesuatu perbuatan itu baik dan
dapat dicapai oleh akal atau tidak) dan taqbih (menganggap sesuatu itu buruk
dan dapat dicapai oleh akal atau tidak). Pembahasan seperti ini, biasanya
dikemukakan para ahli ushul fiqh berkaitan dengan pembahasan hakim (pembuat
hukum). Kedua konsep ini berkaitan erat dengan masalah ilmu kalam yang juga
berpengaruh dalam penentuan teori ushul fiqih.
Aliran mutakallimin
mengembangkan gagasan-gagasan yang telah ada dalam kitab al-Risalah
karya al-Syafi’i dengan berbagai penjelasan dan materi tambahan. Aliran ini
banyak diikuti oleh para ulama dan menjadi aliran utama dalam ushul fiqh,
serta bersifat lintas madzhab.
2.1.1 Karya-karya aliran
Syafi’iyah dan Mutakalimin
Semua pemikirannya itu
dapat dilihat dari hasil karya, berikut ini adalah kitab standar dalam aliran
Syafi’iyah & Mutakalimin, diantaranya sebagai berikut:
1. Kitab al-Risalah
yang disusun Imam al-Syafi’i.
2. Kitab al-Mu’tamad, disusun Abu al-Husain Muhammad ibn All
al-Bashri (wafat 463 H).
3. kitab al-Burhanfi Ushul al-Fiqih, disusun Imam al-Haramain
al-Juvaini (wafat 487 H),
4. Tiga rangkaian kitab ushul fiqih Imam Abu Hamid al-Ghazali
(450-505 H/1085-1111 H), yaitu al-Mankhul min Ta’liqat al-Ushul, Syifa’
al-Ghalil Fil Bayan al-Syabah wal Mukhil wa Masalik al-Ta’lil, dan al-Mustashfa fi ’Ilm
al-Ushul.
Sekalipun
kitab ushul fiqih dalam aliran Syafi'iyyah dan Mutakallimin
cukup banyak, tetapi yang menjadi sumber dan standar dalam aliran ini adalah
kitab ushul fiqih tersebut di atas.
Sebutan mutakallimin
adalah sesuai dengan karakteristik penulisannya. Kaum mutakallimin
adalah orang-orang yang banyak bergulat dengan pembahasan teologis dan banyak
memanfaatkan pemikiran deduktif, termasuk logika Yunani. Orang-orang seperti
Qadli Abdul Jabbar adalah seorang teolog Mu’tazilah. Imam Abu al-Husayn
al-Bashri pun termasuk dalam aliran Mu’tazilah. Sementara itu, Imam Abu Bakar
al-Baqillani, yang menulis buku al-Taqrib wa al-Irsyad dan diringkas
oleh Imam al-Juwayni, dipandang sebagai Syaikh al-Ushuliyyin. Imam
al-Juwayni sendiri, Imam al-Ghazali, dan Fakhruddin al-Razi adalah di antara
tokoh-tokoh besar Asy’ariyyah penulis ushul fiqh. Ada pula penulis yang
tidak menunjukkan kejelasan afiliasi teologis, tetapi menulis dengan pola mutakallimin,
seperti Imam Abu Ishaq al-Syirazi.
2.1.2 Ciri-ciri aliran mutakallimun
Ada beberapa ciri khas
penulisan ushul fiqih aliran Mutakallimin, antara lain:
1. Penggunaan deduksi di dalamnya. Ushul fiqh mutakallimin membahas
kaidah-kaidah, baik disertai contoh maupun tidak. Kaidah-kaidah itulah yang
menjadi pilar untuk pengambilan hukum. Jadi, kaidah dibuat dahulu sebelum
digunakan dalam istimbath. Kaidah-kaidah tersebut utamanya berisi kaidah
kebahasaan.
2. Adanya pembahasan mengenai teori kalam dan teori pengetahuan, seperti
terdapat dalam al-Luma karya al-Syirazi dan al-Ihkam karya
al-Amidi. Teori kalam yang sering dibahas adalah tentang tahsin dan taqbih.
Sementara itu, dalam pembahasan mengenai teori pengetahuan tersebut, dimasukkan
pengertian ilmu dan terkadang dimasukkan pula muqaddimah mantiqiyyah
(pengantar logika), sebagaimana terdapat dalam al-Mustashfa karya
al-Ghazali, Rawdlah al-Nadzir karya Ibnu Qudamah, dan Muntaha
al-Wushul (al-Sul) karya Ibnu Hajib.
2.2 Aliran Fuqaha’
Aliran ini dianut ulama-ulama mazhab Hanafi. Dinamakan aliran fuqaha’, karena aliran ini dalam
membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam
mazhab mereka. Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setelah
melakukan analisis terhadap masalah-masalah furu’ yang ada dalam mazhab mereka.
Dalam menetapkan teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah
yang ada dengan hukum furu’, maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan
hukum furu’ tersebut. Oleh sebab itu, aliran ini berupaya agar kaidah yang
mereka susun sesuai dengan hukum-hukum furu’ yang berlaku dalam mazhabnya,
sehingga tidak satu kaidah pun yang tidak bisa diterapkan.
Berbeda
dengan aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin yang sama sekali tidak terpengaruh oleh
furu’ yang ada dalam mazhabnya, sehingga sering terjadi pertentangan kaidah
dengan hukum furu’ dan terkadang kaidah yang dibangun sulit untuk diterapkan.
Apabila suatu kaidah bertentangan dengan furu’, maka mereka berusaha untuk
mengubati kaidah tersebut dan membangun kaidah lain yang sesuai dengan masalah
furu’ yang mereka hadapi. Misalnya, mereka menetapkan kaidah bahwa “dalil yang
umum itu bersifat qath’i (pasti)”. Akibatnya, apabila terjadi pertentangan
dalil umum dengan hadhsahod (bersifat zhanni), maka dalil yang umum itu yang
diterapkan, karena hadits ahad hanya bersifat zhanni (relatif),
sedangkan dalil umum tersebut bersifat qath’i, yang qath’i tidak bisa dikalahkan
dan dikhususkan oleh yang zhanni.
Di kalangan
aliran fuqaha’ sendiri ada ahli ushul fiqih yang berupaya untuk mengkompromikan
kedua aliran tersebut, di antaranya adalah Imam Kamal ibn al-Humam dalam kitab
ushul fiqhnya, al-Tahnr. Dari sekian banyak kitab ushul fiqh, yang dianggap
sebagai kitab ushul fiqh standar dalam aliran ini adalah Kitab al-Ushul yang
disusun Imam Abu al-Hasan al-Karkhi, Kitab al-Ushul, disusun Abu Bakr
al-Jashshash, Ushul al-Sarakhsi, disusun Imam al-Sarakhsi, Ta'sis al-Nazhar,
disusun Imam Abu Zaid al-Dabusi (wafat 430 H), dan kitab Kasyfal-Asrar, disusun
Imam al-Bazdawi.
2.2.1 Karya-karya aliran hanafiyah
Karya ushul fiqh
di kalangan Hanafi cukup banyak dikenal dan dirujuk. Kitab-kitab ushul fiqh
yang khas menunjukkan metode Hanafiyah antara lain:
1. al-Fushul fi Ushul Fiqh karya Imam Abu Bakar
al-Jashshash (Ushul al-Jashshash) sebagai pengantar Ahkam al-Quran.
2. Taqwim al-Adillah karya Imam Abu Zayd
al-Dabbusi
3. Kanz al-Wushul ila Ma’rifat al-Ushul karya Fakhr al-Islam al-Bazdawi.
4. Ushul Fiqh karya Imam al-Sarakhsi
(Ushul al-Syarakhsi)
2.2.2 Ciri-ciri aliran hanafiyah
Adapun Ciri khas
penulisan madzhab Hanafi dalam mengarang kitab ushul adalah sebagai berikut:
1. Persoalan-persoalan hukum yang furu yang dibahas oleh para imam mereka,
lalu membuat kesimpulan metodologis berdasarkan pemecahan hukum furu
tersebut. Jadi, kaidah-kaidah dibuat secara induktif dari kasus-kasus hukum.
2. Kaidah-kaidah yang sudah dibuat bisa berubah dengan munculnya kasus-kasus
hukum yang menuntut pemecahan hukum yang lain.
3. Ushul fiqh Hanafi dipenuhi dengan
persoalan hukum yang nyata.
2.3 Aliran Gabungan
Pada perkembangannya
muncul trend untuk menggabungkan kitab ushul fiqh aliran mutakallimin dan
Hanafiyah. Metode penulisan ushul fiqih aliran gabungan adalah dengan
membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqih. Persoalan
hukum yang dibahas imam-imam madzhab diulas dan ditunjukkan kaidah yang
menjadi sandarannya.
2.3.1Karya karya aliran gabungan
Karya-karya gabungan
lahir dari kalangan Hanafi dan kemudian diikuti kalangan
Syafi’iyyah.diantaranya adalah, sebagai berikut:
1. Dari kalangan Hanafi lahir kitab Badi’ al-Nidzam al-jami‘ bayn Kitabay
al-Bazdawi wa al-Ihkam yang merupakan gabungan antara kitab Ushul
karya al-Bazdawi dan al-Ihkam karya al-Amidi. Kitab tersebut ditulis
oleh Mudzaffar al-Din Ahmad bin Ali al-Hanafi.
2. Ada pula kitab Tanqih Ushul karya Shadr al-Syariah al-Hanafi. Kitab
tersebut adalah ringkasan dari Kitab al-Mahshul karya Imam al-Razi, Muntaha
al-Wushul (al-Sul) karya Imam Ibnu Hajib, dan Ushul al-Bazdawi.
Kitab tersebut ia syarah sendiri dengan judul karya Shadr al-Syari’ah
al-Hanafi.
3. Kemudian lahir kitab Syarh al-Tawdlih karya Sa’d al-Din al-Taftazani
al-Syafii dan Jam’ al-Jawami’ karya Taj al-Din al-Subki
al-Syafi’i.
Dengan demikian dapat
diambil pemahaman bahwa perkembangan ilmu Usūl Fiqh di abad VII H masih
berkisar pada meringkas dan mensyarahi kitab-kitab sebelum. Akan tetapi setelah
memasuki abad XIV H, ilmu ini dapat dikembangkan dalam bentuk baru dengan
cara memperbandingkan antara Usūl fiqh madzhab yang telah berkembang dan
kemudian disusunnya lebih sistimatis, sehingga mudah dipahami, seperti kitab
yang dikarang oleh Abu Zahroh, Muhammad Khudlari Bek, Abdul Wahhab Khalaf dan
lainnya.
2.4 Perbedaan
Aliran Muatkallimin dengan Aliran Fuqaha
Untuk
mengetahui lebih jelas dan mengenai
perbedaan aliran mutakallimin dengan aliran fuqaha, dapat dikaji melalui
perbandingan yang dapat dilihat pada tiga hal:
1.
Formulasi
kaidah (al-Ta’sis)
Dalam memformulasikan kaidah ushul, mutakallimin berpegang pada
pemahaman ushlub bahasa, dalil-dalil syara’ dan dalil akal.Sedangkan golongan
fuqaha kaidah ushulnya, diangkat dari
fatwa-fatwa ulama dengan jalan mengaitkan antara masalah-masalah furu’ dengan kaidah-kaidah ushulnya.
2.
Metodologi
(al-Manhaj)
Dari segi metode aliran mutakallimin mempergunakan metode teoritis
deduktif, dimana teori itu dijadikanistinbsth hukum.Sementara itu, metode
aliran fuqaha adalah metode aliran praktis (amali) yang berasal dari hasil
penelitian hukum-hukum furu.Dengan demikia, jelaslah perbedaan antara dua
aliran ini.Sebab, ushul mutkallimin adalah merupakan aturan-aturan istinbath
(qawanin istinbath) yang bersifat menetapkan, sedangkan ushul fiqih fuqaha
bersifat ditetapkan oleh furu’, bukan menetapkan furu’.
3.
Aspek
Pemikiran (al-Tafkir)
Aliran mutakallimin, dalam sistematika pembahasannya, memulai
pembahasan yang bersifat kebahasaan, kemudian pembahasaan yang berhubungan
dengan ilmu manthiq.Terakhir, pembahasaan yang berhubungan dengan dalil-dalil
syara’.Sistematika semacam ini telah ditempuh oleh Al-Ghazali. Sedangkan aliran
fuqaha memulai dengan mengungkapkan
dalil-dalil syara’, cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalinya (thuruq al-istismar), pemahaman tentang persyaratan ijtihad dan terakhir tentang kedudukan mujtahid dalam ijtihad manusia. Cara ini
ditempuh oleh Fakhr al-Islam al-Bazdawi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari hasil kajian makalah yang telah
di buat mulai dari pendahuluan, kajian materi dari beberapa literatur atau
sumber yang penulis peroleh serta data-data yang mendukung terhadap makalah
ini. Kajian makalah
ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagi berikut:
1. Aliran Syafi’iyah dan Mutakalimin ini membangun ushul
fiqih mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh masalah-masalah furu’
(masalah keagamaan yang tidak pokok). Dinamakan aliran fuqaha’, karena aliran
ini dalam membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’
dalam mazhab mereka. Metode penulisan ushul fiqih aliran gabungan
adalah dengan membumikan kaidah ke dalam realitas persoalan-persoalan fiqih.
2. Karya-karya aliran Syafi’iyah dan Mutakalimin: Kitab al-Risalah, Kitab
al-Mu’tamad, Tiga rangkaian kitab ushul fiqih Imam Abu Hamid al-Ghazali, Kitab
al-Burhanfi Ushul al-Fiqih. Ciri-ciri aliran
mutakallimun: Penggunaan deduksi di
dalamnya, Adanya pembahasan
mengenai teori kalam dan teori pengetahuan. Karya-karya aliran hanafiyah: al-Fushul
fi Ushul Fiqh, Taqwim al-Adillah, Kanz al-Wushul ila Ma’rifat al-Ushul, Ushul Fiqh. Ciri-ciri aliran
hanafiyah: Persoalan-persoalan
hukum yang furu yang dibahas oleh para imam mereka, Kaidah-kaidah yang sudah dibuat bisa berubah, Ushul fiqh Hanafi
dipenuhi dengan persoalan hukum yang nyata. Karya karya aliran gabungan: kitab
Badi’ al-Nidzam al-jami‘ bayn Kitabay al-Bazdawi wa al-Ihkam, kitab Tanqih
Ushul, Syarh al-Tawdlih.
3. Perbedaan Aliran Muatkallimin dengan Aliran Fuqaha: Formulasi kaidah (al-Ta’sis),
Metodologi (al-Manhaj, Aspek
Pemikiran (al-Tafkir).
3.2
Penutup
Demikian makalah ini saya buat bertujuan untuk melengkapi tugas
mandiri dan memperkaya wawasan dalam bidang Ushul Fiqih. Semoga tulisan ini
bisa menjadi pertimbangan dan kiranya dapat menarik perhatian serta bermanfaat
bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Haroen, Nasrun. 1997. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Syafe’i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia
.
Leave a comment